Pages

"I believe in pink. I believe that laughing is the best calorie burner. I believe in kissing, kissing a lot. I believe in being strong when everything seems to be going wrong. I believe that happy girls are the prettiest girls. I believe that tomorrow is another day and I believe in miracles."
Audrey Hepburn

Friday 27 February 2015

Le Petit Eguisheim



La Navette de Noël yang dia tunggangi dari Colmar akhirnya menepi di pemberhentian terakhir. Stop bernama Eguisheim.


Tidak disangka perjalanan singkat, bisa dikatakan kurang dari lima menit, meninggalkan kesan tersendiri baginya. Bagaimana tidak? Pertama, harapan mega akan adanya kereta kencana pupus seketika karena kereta kencana yang sedianya muncul malahan digantikan bus bolak-balik bahkan tanpa ornamen natal, barang sedikit saja. Publikasi pemberi harapan palsu, ucapnya. Selanjutnya, panorama unik dan berkesan sepanjang perjalanan. Hamparan kebun anggur meranggas di musim salju, yang mungkin dianggap tidak berharga bagi orang lain, namun menjadi pemuas mata untuk dia. Bagaimana tidak? Bayangan kebun anggur yang kerap dilihat sepanjang bermain Harvest Moon akhirnya bisa dilihat dengan nyata. Padang luas, rangka tiang penyangga, dan serpihan dahan anggur kering yang tersisa.    


Eguisheim. Eguisheim. Eguisheim. Hati mulai dudu dadam. Isi perut bergemericik. Bukan karna lapar, namun terlalu riang.

 
Sedari persiapan perjalanan, bayangan indah tentang desa ini senantiasa hilir mudik di benak dia. Konon katanya desa ini kecil dan rupawan. Jika hal cantik itu kecil, bukankah kamu akan lebih menghargainya dibandingkan jika dia besar kan? Ah, dan kala Noël menyelimuti Eguisheim, sihir khusus akan tertuju kepada semua pengunjung, untuk semakin jatuh hati kepadanya.  


Dinginnya siang yang menembus jaket tebal tidak lantas mengurung niat dia untuk turun dari bus. Dengan yakinnya dia berjalan dari halte menuju gapura selamat datang. Beruntung langsung ada papan berisi peta desa. Jadi dia tidak perlu ragu atau bimbang untuk mulai langkah pertama kemana. Saat itu hanya ada dua jalur pejalan kaki utama, yakni lingkar luar dan koridor tengah. Maka dengan mantap dia memilih untuk menjalani yang awal lebih dulu.


Langkah kakinya menapaki jalan kecil beralaskan tumpukan batu yang tidak sama besar. Rentetan rumah cantik di kiri dan kanan, himpit-berhimpit satu sama lain. Ada yang dindingnya terbuat dari kayu, ada pula yang dari batu. Ornamen warna-warni pastel nan lembut, biru muda, hijau muda, merah muda, atau krem. Satu sama lain berbeda. Ah, dan pahatan hati kecil berpasangan di daun jendela kayu. Aah…

 

Belum, itu baru menjelaskan separuh dari kecantikan lingkar luar Eguisheim. Nuansa Noël tak ayal membumbungkan paras indah Eguisheim. Palungan Yesus, boneka beruang, hiasan kayu natal, mistle-toe, pita dan dedaunan, dan entah benda-benda manis lainnya yang tak terbayangkan sebelumnya. Semua ditata apik di pintu, jendela, balkon, atau pekarangan rumah. Semua keluarga mendadani rumahnya secantik mungkin, bak mengikuti lomba hias rumah tingkat desa. 

 

Seperti apa rasanya dia saat itu? Sungguh, tampaknya tidak ada kata yang pantas menjelaskannya. Yang pasti, 20 menit yang dia lalui untuk berjalan dari satu titik dan kembali ke titik yang sama itu sungguh mempesona. Hati senang dan sangat berbunga laksana di negeri dongeng!
 
foto ini diambil teman perjalanan dia ;)

Lain tempat lain cerita. Sangat terpuaskan dengan jalan lingkar luar desa, saatnya dia melangkah menuju koridor jalan utama Eguisheim. Seperti jalan-jalan besar di kota pada umumnya, pemandangan himpitan rumah kecil sebelumnya seketika berubah rupa menjadi rumah dengan dua tingkat dengan peruntukan pertokoan untuk lantai dasar. Bersyukur karna ini momen natal, toko-toko itu turut meramaikan suasana dengan menghias eksterior dengan ornamen natal yang sungguh cantik. Suasana natal itu lebih terasa saat dia berjalan memasuki toko, senandung Noël yang berirama saling sahut-menyahut, pernak-pernik souvenir natal bertebaran dimana-mana, dan sesekali aroma cake yang baru diangkat dari oven menyeruak kemana-mana.

 

Tak banyak buang waktu, dia kembali berjalan menuju jalan utama dan melangkah menuju Christmas market. Satu kata yang bisa merepresentasikan pasar itu. Imut! Saat Christmas market di kota tetangga, Colmar, bertebaran dengan riuhnya di seluruh penjuru kota, Christmas market di Eguisheim sangat kecil dan cantik! Chibi!




Gapura berhiaskan lilitan dedaunan, serpihan ranting kayu dan beberapa berry dan bunga kecil menyambut dia untuk memasuki kawasan pasar natal itu. Beberapa chalet tertata rapi dengan bentuk semi elips. Penjual dengan senyum menghias wajah mereka berjualanan pernak-pernik natal, hiasan buatan tangan, fruit cake, dan vin chaud (gluhwein versi Perancis) atau coklat hangat dengan asap yang menyembul-nyembul. Terlalu indah untuk dinikmati sendirian, keriaan itu dinikmati gerombolan keluarga dengan anak kecil, pasangan muda, maupun pelancong lainnya pula.



As wise man said, save the best for the last. Ditemani kerlap kerlip lampu kota yang menemani sinaran bintang dan dinginnya angin malam, dia turut menikmati opera natal di balai kota. Anak-anak sekolah setempat menjadi pemeran utama, pun ditemani orang tuanya. Kisahnya tentang kehidupan pohon cemara yang ditebang di musim dingin tuk dijadikan pohon natal di kediaman suatu keluarga. Kala itu bahasa tidak menjadi kendala dia untuk menikmati pentas. Ekspresi lugu, kostum lucu, dan suara lembut anak-anak itu  sudah sangat menghibur dia dan ratusan penonton di sekitarnya. Puas !

 

Jam menunjukkan pukul 7. La Navette de Noël terakhir sudah menunggu untuk mengantar dia kembali ke rumah. Sekalipun perjalanan ini harus berakhir, cerita ini akan terus melekat di hati dan pikirannya. Sungguh, dia sangat siap untuk menceritakan kecantikan Eguisheim ke teman-teman lainnya. Supaya kelak di natal-natal selanjutnya, teman dia, teman dari temannya dia bisa berkunjung dan turut membuktikan kecantikan si mini Eguisheim pula.